Kamis, 31 Mei 2012


1.      Pengertian riba
Kata riba  diterjemah kan dalam bahasa Inggris dengan usuri yang mengandung dua dimensi pengertian, yaitu tindakan atau praktek peminjaman uang dengan tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai dengan hukum, dan suku bunga dengan rate yang tinggi. Bila ditinjau dari sudut fiqih, bunga bank sama dengan riba yang hukumnya   jelas- jelas haram.
Firman Allah : “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia bertambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39)
Menurut pandangan kebanyakan manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan  ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat  hampir setiap orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan  kuat itu juga terdapat pada inetelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Karena itu  tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur perbankan  seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah. Begitulah pandangan dan keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang sistem kredit dengan instrumen bunga. Itulah pandangan material (zahir) manusia yang seringkali terbatas.
Pandangan umum di atas dibantah oleh Allah dalam Al-quran surah Ar-Rum : 39, “ Apa “Apa yang kamu berikan (berupa pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia bertambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39).
Ayat ini menyampaikan pesan moral,  bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh. Pandangan Al-quran ini secara selintas  sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang.
Mengapa Allah mengatakan  pinjaman kredit dengan sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi ?. Di sinilah keterbatasan akal (pemikiran) sebagian besar manusia. Mereka hanya memandang secara dangkal, kasat mata dan material (zahir) belaka. Dari sinilah muncul konsep meta-ekonomi Islam, yaitu, sebuah pandangan ekonomi yang berada di luar akal material manusia yang terbatas.
Dampak Bunga.
Harus dicatat, bahwa Al-quran membicarakan riba (bunga) dalam ayat tersebut dalam konteks ekonomi makro, bukan hanya ekonomi mikro. Kesalahan manusia kapitalis, termasuk ahli agama Islam yang tak berlatar belakang ekonomi, adalah menempatkan dan membahas riba dalam konteks ekonomi mikro semata. Membicarakan riba dalam konteks ekonomi makro adalah mengkaji dampak riba terhadap ekonomi masyarakat secara agregat (menyeluruh), bukan individu atau perusahaann (institusi). Sedangkan membicarakan riba dalam lingkup mikro, adalah membahas riba hanya dari sisi hubungan kontrak antara debitur dan kreditur. Biasanya yang dibahas berapa persen bunga yang harus dibayar oleh si A atau perusahaan X selaku debitur kepada kreditur. Juga, apakah bunga yang dibayar debitur sifatnya memberatkan atau menguntungkan. Ini disebut kajian dari perspektif ekonomi mikro.
Padahal  ayat Al-Quran menyoroti riba dari perspektif ekonomi makro, yaitu mengkaji kaitan dan dampak riba terhadap inflasi, pengaruh riba terhadap investasi, produksi dan pengangguran juga dampak riba terhadap volasitias mata uang. Mengkaji riba dari sisi ekonomi makro juga mengkaji   praktek  riba yang telah sistemik, yaitu riba yang telah menjadi sistem di mana-mana, riba yang telah menjadi instrumen ekonomi dalam institusi di lingkup negara dan global, sebagaimana yang diyakini  para penganut sistem  ekonomi kapitalisme.Dalam sistem kapitalis ini, bunga bank (interest rate) merupakan jantung dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari perekonomian, yang luput dari mekanisme kredit bunga bank (credit system). Mulai dari transaksi lokal pada semua struktur ekonomi negara, hingga perdagangan internasional.
Jika riba telah menjadi sistem yang mapan dan telah mengkristal sedemikian kuatnya, maka sistem itu akan dapat menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian secara luas. Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
Pertama, Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini. Sistem ekonomi ribawi telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi ribawi  menjadi punca utama penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
Kedua, di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Data berikut menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi.
Ketiga, Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran.
Keempat, Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam, sebagaimana ditulis Dhiayauddin Ahmad dalam buku Al-Quran dan Pengentasan Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan dasar cateris paribus.
Kelima, Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya
Kenam, dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun dalam mumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba,  maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerikan .
Dengan  fakta tersebut, maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka lanjutan ayat tersebut pada ayat ke 41 berbunyi :”Telah nyata kerusakan di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka.Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah”
Konteks ayat ini sebenarnya berkaitan dengan  dampak sistem moneter ribawi yang dijalankan oleh manusia. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Berdasarkan kenyataan itu, maka sekali lagi, maha benarlah firman Allah yang mengatakan bahwa riba tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat. Inilah meta ekonomi Islam yang terdapat dalam ayat 39 Surah Ar-Rum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar