1.
Pengertian riba
Kata riba diterjemah kan dalam bahasa Inggris dengan
usuri yang mengandung dua dimensi pengertian, yaitu tindakan atau praktek
peminjaman uang dengan tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai
dengan hukum, dan suku bunga dengan rate yang tinggi. Bila ditinjau dari sudut
fiqih, bunga bank sama dengan riba yang hukumnya jelas- jelas haram.
Firman Allah : “Apa yang kamu berikan
(pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia bertambah, maka hal itu tidak
bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39)
Menurut pandangan kebanyakan
manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat
yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat.
Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang, baik
ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga terdapat pada
inetelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi.
Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur
perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan
untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah. Begitulah pandangan dan
keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang sistem kredit dengan
instrumen bunga. Itulah pandangan material (zahir) manusia yang seringkali
terbatas.
Pandangan umum di atas dibantah
oleh Allah dalam Al-quran surah Ar-Rum : 39, “ Apa “Apa yang kamu berikan
(berupa pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia bertambah, maka hal itu
tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39).
Ayat ini menyampaikan pesan
moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat
ekonomi masyarakat tumbuh. Pandangan Al-quran ini secara selintas sangat
kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman
dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut
Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan
berkembang.
Mengapa Allah mengatakan
pinjaman kredit dengan sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi ?. Di
sinilah keterbatasan akal (pemikiran) sebagian besar manusia. Mereka hanya
memandang secara dangkal, kasat mata dan material (zahir) belaka. Dari sinilah
muncul konsep meta-ekonomi Islam, yaitu, sebuah pandangan ekonomi yang berada
di luar akal material manusia yang terbatas.
Dampak Bunga.
Harus dicatat, bahwa Al-quran
membicarakan riba (bunga) dalam ayat tersebut dalam konteks ekonomi makro,
bukan hanya ekonomi mikro. Kesalahan manusia kapitalis, termasuk ahli agama
Islam yang tak berlatar belakang ekonomi, adalah menempatkan dan membahas riba
dalam konteks ekonomi mikro semata. Membicarakan riba dalam konteks ekonomi
makro adalah mengkaji dampak riba terhadap ekonomi masyarakat secara agregat
(menyeluruh), bukan individu atau perusahaann (institusi). Sedangkan
membicarakan riba dalam lingkup mikro, adalah membahas riba hanya dari sisi
hubungan kontrak antara debitur dan kreditur. Biasanya yang dibahas berapa
persen bunga yang harus dibayar oleh si A atau perusahaan X selaku debitur
kepada kreditur. Juga, apakah bunga yang dibayar debitur sifatnya memberatkan
atau menguntungkan. Ini disebut kajian dari perspektif ekonomi mikro.
Padahal ayat Al-Quran
menyoroti riba dari perspektif ekonomi makro, yaitu mengkaji kaitan dan dampak
riba terhadap inflasi, pengaruh riba terhadap investasi, produksi dan
pengangguran juga dampak riba terhadap volasitias mata uang. Mengkaji riba dari
sisi ekonomi makro juga mengkaji praktek riba yang telah
sistemik, yaitu riba yang telah menjadi sistem di mana-mana, riba yang telah
menjadi instrumen ekonomi dalam institusi di lingkup negara dan global,
sebagaimana yang diyakini para penganut sistem ekonomi
kapitalisme.Dalam sistem kapitalis ini, bunga bank (interest rate)
merupakan jantung dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari
perekonomian, yang luput dari mekanisme kredit bunga bank (credit system).
Mulai dari transaksi lokal pada semua struktur ekonomi negara, hingga
perdagangan internasional.
Jika riba telah menjadi sistem
yang mapan dan telah mengkristal sedemikian kuatnya, maka sistem itu akan dapat
menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian secara luas. Dampak sistem ekonomi
ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
Pertama, Sistem ekonomi ribawi telah
banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun
1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini.
Sistem ekonomi ribawi telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi
yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi
ribawi menjadi punca utama penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency)
sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat
bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi
akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan
uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan
dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging.
Tingkat bunga riel disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat
inflasi.
Kedua, di bawah sistem ekonomi ribawi,
kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant,
sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Data berikut
menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi.
Ketiga, Suku bunga juga berpengaruh
terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku
bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun, produksi juga
menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran.
Keempat, Teori ekonomi juga mengajarkan
bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang
disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia.
Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam, sebagaimana ditulis Dhiayauddin Ahmad
dalam buku Al-Quran dan Pengentasan Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya
beli atau memiskinkan rakyat dengan dasar cateris paribus.
Kelima, Sistem ekonomi ribawi juga telah
menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang
dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi
bersama pokoknya
Kenam, dalam konteks Indonesia, dampak
bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga berdampak terhadap pengurasan dana
APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan
konvensional yang telah dibantu dengan BLBI. Selain bunga obligasi juga
membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita
defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun dalam mumlah
yang besar, tetapi karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba,
maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerikan
.
Dengan fakta tersebut,
maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga tidak menumbuhkan
ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara,
bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka lanjutan ayat tersebut
pada ayat ke 41 berbunyi :”Telah nyata kerusakan di darat dan di laut,
karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari
sebagian perilaku mereka.Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah”
Konteks ayat ini sebenarnya
berkaitan dengan dampak sistem moneter ribawi yang dijalankan oleh
manusia. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis saat ini adalah
akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Berdasarkan kenyataan itu, maka
sekali lagi, maha benarlah firman Allah yang mengatakan bahwa riba tidak
menumbuhkan ekonomi masyarakat. Inilah meta ekonomi Islam yang terdapat dalam
ayat 39 Surah Ar-Rum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar